Bangunan musala tiga lantai di Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, mengalami ambruk pada Senin sore, 29 September. Saat kejadian, banyak santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah di gedung yang tengah dalam tahap pembangunan ini.
Proses evakuasi masih berlangsung hingga Rabu, 1 Oktober. Kejadian tragis ini menimbulkan berbagai reaksi dan perhatian dari masyarakat, serta memicu tindakan cepat dari pihak berwenang.
Berbagai informasi terkait insiden tersebut dirangkum untuk memberi gambaran lebih jelas mengenai situasi yang terjadi di lokasi kejadian. Kami akan membahas lebih lanjut perkembangan terbaru seputar peristiwa ini.
Korban Meninggal Dunia Mencapai Lima Orang
Kesedihan mendalam menyelimuti Pondok Pesantren Al Khoziny setelah jumlah korban meninggal akibat ambruknya musala bertambah menjadi lima orang. Hal ini terjadi saat proses evakuasi korban yang berlangsung selama tiga hari.
Direktur Operasi Pencarian dan Pertolongan menjelaskan bahwa tim dari Basarnas berhasil mengevakuasi tujuh orang dari reruntuhan gedung. Dari ketujuh orang ini, dua di antaranya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Petugas menemukan lima korban selamat yang mengalami berbagai luka-luka. Tindakan medis pun segera dilaksanakan bagi mereka yang terselamatkan agar mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.
Proses Evakuasi yang Mengejar Waktu Emas
Pihak Basarnas mengutamakan kecepatan dalam proses evakuasi, yang dikenal sebagai ‘golden time’. Waktu tersebut merupakan periode penting untuk menyelamatkan korban yang terjebak dan berpotensi masih hidup dalam reruntuhan.
Kepala Basarnas menekankan bahwa teori menunjukkan bahwa rentang waktu kritis untuk evakuasi adalah hingga 72 jam setelah kejadian. Keterlambatan dalam penyelamatan dapat mengakibatkan penurunan peluang bagi korban yang terjebak untuk selamat.
Berdasarkan prinsip golden time, tim SAR berupaya menemukan korban secepatnya, serta memberikan suplai air dan vitamin untuk meningkatkan kesempatan bertahan hidup bagi mereka yang terjebak.
Kesulitan dalam Menggunakan Alat Berat
Tim Basarnas menghadapi kendala dalam menggunakan alat berat untuk mengangkat reruntuhan bangunan. Penggunaan alat berat dikhawatirkan akan menyebabkan dampak lebih parah pada sektor reruntuhan yang tengah dikerjakan.
Pengarahan yang diberikan oleh kepala Sub Direktorat menunjukkan pentingnya pendekatan yang hati-hati untuk memastikan keselamatan saat melakukan evakuasi. Reruntuhan tersebut dibagi menjadi tiga zona yang masing-masing memiliki tantangan tersendiri.
Tim SAR berusaha menjangkau titik-titik yang tidak dapat diakses dengan mudah. Sejumlah lokasi masih tertutup material berat dan memerlukan pendekatan yang lebih cermat.
Dampak Gempa Sumenep terhadap Proses Evakuasi
Kondisi menjadi lebih sulit setelah wilayah Sumenep diguncang gempa berkekuatan 6,5 pada malam yang sama. Efek dari gempa tersebut menyebabkan celah di antara reruntuhan menyempit, yang berdampak pada kemungkinan menemukan korban hidup.
Dalam konteks ini, kepala subdirektorat menjelaskan bahwa sempitnya celah menyebabkan tekanan yang lebih pada korban. Hal ini membuat upaya penyelamatan semakin terhambat dan berisiko bagi keselamatan semua pihak terlibat.
Dampak gempa harus menjadi perhatian khusus dalam misi penyelamatan, karena meningkatkan tantangan yang sudah ada bagi tim yang berada di lapangan dan mencari korban yang terperangkap.
