Pemprov DKI Jakarta baru-baru ini mengungkapkan adanya praktik penyalahgunaan izin sewa di Pasar Barito, Jakarta Selatan. Temuan ini mengungkapkan adanya jaringan ‘mafia kios’ yang menguasai dan menyewakan kembali lapak-lapak kepada pedagang kecil, menciptakan masalah baru dalam ekosistem pasar tradisional.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo, mengungkapkan praktik ini telah berlangsung cukup lama dan mengakar di hampir seluruh blok pasar. Dengan kondisi ini, pengawasan atas penggunaan izin sewa menjadi isu mendesak yang harus segera ditangani.
Menurut data PPKUKM, angka mencolok menunjukkan bahwa dari 158 kios yang ada, sekitar 93 kios atau 58,9% dikuasai oleh sejumlah pedagang yang menyewakannya kembali. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi pedagang kecil yang berjuang untuk bertahan dalam persaingan ketat.
Praktik Penyewaan Kios oleh Mafia Kios
Berdasarkan informasi dari Dinas PPKUKM, praktik penyewaan kios oleh segelintir pedagang teridentifikasi di berbagai blok di Pasar Barito. Khususnya di zona hewan peliharaan, buah dan parsel, serta area kuliner, penguasaan kios menjadi tantangan tersendiri bagi pedagang kecil.
Di Blok JS25 yang merupakan zona hewan peliharaan, misalnya, diketahui 68,2% kios di blok tersebut dikuasai oleh hanya 17 pedagang. Hal ini menunjukkan adanya konsentrasi kekuasaan yang sangat tidak seimbang di dalam pasar.
Di sisi lain, Blok JS26 yang berfokus pada buah dan parsel menunjukkan angka yang lebih mencengangkan, dengan 88,9% kios dikuasai oleh hanya enam pedagang. Kondisi serupa juga terlihat di Blok JS30, zona kuliner, di mana 50% kios dipegang oleh enam orang.
Dampak Praktik Penyalahgunaan Ini pada Pedagang Kecil
Praktik mafia kios ini berdampak besar pada pedagang kecil, yang berjuang untuk mendapatkan tempat berjualan yang layak. Dengan banyaknya kios yang dikuasai segelintir orang, pedagang kecil seringkali terabaikan dan terpaksa membayar sewa tinggi tanpa kepastian atas keberlangsungan usaha mereka.
Penolakan di kalangan pedagang kian meningkat saat rencana relokasi pedagang Pasar Barito ke kawasan Lenteng Agung mulai diumumkan. Terdapat rasa khawatir di antara pedagang bahwa relokasi ini bisa berpotensi mematikan usaha mereka yang telah bertahan selama bertahun-tahun di pasar tersebut.
Tak ayal, spanduk-spanduk penolakan mulai bermunculan di area pasar, menggambarkan kegelisahan dan ketidakpuasan yang dirasakan oleh banyak pedagang. Keresahan ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan mereka di pasar yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Rencana Revitalisasi dan Respons Pemprov DKI
Pemprov DKI Jakarta berpendapat bahwa revitalisasi kawasan Taman Bendera Pusaka sangat penting untuk menciptakan ruang publik yang lebih baik. Pemerintah berkomitmen untuk melakukan relokasi secara bertahap dengan pendampingan bagi para pedagang yang terkena dampak, meskipun penolakan dari pedagang masih sangat kuat.
Revitalisasi ini mencakup penggabungan beberapa taman guna menciptakan lingkungan yang lebih teratur dan nyaman bagi pengunjung. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam hal komunikasi dan sosialisasi rencana kepada para pedagang.
Pemprov DKI juga berusaha untuk menertibkan praktik penyewaan kios yang tidak sah ini, dengan harapan bisa memastikan agar semua pedagang memiliki kesempatan yang sama untuk berjualan. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih adil di pasar tradisional.