Atasi Polemik di PPDS, Anggota Komisi IX DPR RI

Atasi Polemik di PPDS, Anggota Komisi IX DPR RI

Atasi Polemik di PPDS – Dugaan kasus perundungan yang dialami oleh mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari, telah memicu perdebatan di kalangan dokter dan pemerintah. Polemik ini mencerminkan adanya permasalahan yang lebih luas dalam lingkungan pendidikan PPDS.

Menanggapi situasi tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Menurut Edy, undang-undang ini sudah mengatur banyak norma terkait pendidikan kedokteran, dan penerapan aturan turunannya sangat diperlukan untuk memperjelas dan memperkuat regulasi yang ada.

Edy Wuryanto menekankan bahwa aturan turunan ini akan membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan melindungi para mahasiswa PPDS dari potensi perundungan dan perlakuan yang tidak adil. Dengan adanya regulasi yang lebih rinci dan spesifik, diharapkan kasus-kasus serupa tidak terulang di masa mendatang, dan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia dapat terus meningkat.

Politisi PDI Perjuangan Desak Pemerintah Segera Terbitkan Aturan Turunan UU Kesehatan

Edy Wuryanto, politisi PDI Perjuangan, mencontohkan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang sudah mengatur pendidikan kedokteran. Misalnya, terkait profesi kedokteran dan tenaga kesehatan, sudah diatur dalam Pasal 209. Selain itu, standar kompetensi pendidikan dokter juga diatur dalam Pasal 220 undang-undang yang sama.

Sebagai legislator dari Dapil Jawa Tengah III, Edy menekankan pentingnya pemerintah segera menerbitkan aturan turunan dari UU Kesehatan. Pada rapat kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan pekan lalu, pemerintah telah menjanjikan akan segera menyelesaikan aturan turunan tersebut.

“Saya menunggu realisasi itu. Termasuk aturan turunan soal konsil dan kolegium,” ujar Edy.

Edy juga menjelaskan bahwa kolegium nantinya akan bertanggung jawab menyusun standar kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga medis, termasuk standar pendidikan. Kolegium ini bersifat independen dan terdiri dari para guru besar serta dokter spesialis atau subspesialis, yang memiliki kewenangan dan keahlian dalam bidangnya masing-masing.

Dengan adanya aturan turunan yang jelas, diharapkan pendidikan kedokteran di Indonesia dapat lebih terstruktur dan profesional, serta memberikan perlindungan dan kepastian bagi para tenaga kesehatan dan mahasiswa kedokteran.

Peran Kolegium Sesuai UU Nomor 17/2023

Edy Wuryanto menekankan pentingnya peran kolegium yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Kesehatan. Menurutnya, kolegium memiliki tugas pokok dan tanggung jawab yang krusial dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.

Edy merinci bahwa kolegium bertanggung jawab untuk menyusun standar pendidikan profesi dan standar kompetensi profesi, serta mengelola proses pembelajaran pendidikan profesi dan spesialis. Selain itu, kolegium juga bertugas dalam penilaian atau uji kompetensi nasional untuk pendidikan profesi dan spesialis.

“Kolegium juga yang mengeluarkan sertifikat untuk calon pendidik klinis,” ujar Edy, menekankan bahwa peran kolegium sangat vital dalam memastikan kualitas dan integritas pendidikan kedokteran di Indonesia. Dengan adanya standar yang ketat dan proses evaluasi yang transparan, diharapkan lulusan pendidikan kedokteran di Indonesia memiliki kompetensi yang tinggi dan siap menghadapi tantangan di dunia medis.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *